Jatuh Cinta Vs Bangun Cinta
Mungkin seharusnya aku
belajar menulis secara objektif, sistematis, dan realistis. Tapi, rasanya sulit
sekali mengubah gaya menulis ini secara tiba-tiba. Kali ini aku akan membahas
mengenai hal yang sama sekali tidak objektif, mungkin akan kusampaikan secara
tidak sistematis, dan mungkin saja sangat jauh dari realita.
Ini tentang CINTA.
Tidak akan ada dalil disini.
Ini hanyalah kumpulan pendapat dari pengalaman dan mendengar cerita
orang-orang. Cinta, hal yang tak pernah jemu dibahas dari masa ke masa. Saat istilah
JATUH CINTA dikenalkan, secara jelas kita dapat memaknainya kalau cinta semacam
itu adalah cinta yang tidak memerlukan usaha berarti untuk mendapatkannya. Karena
kita tidak pernah secara terang-terangan merencanakan sebuah KEJATUHAN, seperti
halnya kita tidak pernah berusaha mencari lubang untuk terjebak didalamnya. Maka
cinta seperti ini semu adanya.
Terjatuh itu mudah, karena kita tidak butuh energi
untuk melakukannya. Tapi, seperti hukum termodinamika mengatakan, jika kita
tidak membutuhkan energi, maka kita melepasnya. Ya, kita melepas energi dalam
tubuh kita untuk terjatuh—entah dalam waktu berapa lama untuk merasakan sakit
akibat terjerembab hingga dasarnya. Cinta yang membuat kita terjatuh, terlena
untuk sementara waktu karena indahnya kenangan tanpa energi, pada akhirnya akan
SELALU MENGECEWAKAN kita. Tidakkah kita cukup belajar satu kali saja?
Banyak yang sudah pernah
mengatakannya padaku, “jika kita Jatuh Cinta pada seseorang, kita harus siap
tersakiti olehnya”.
Dan kenapa harus “tersakiti”?
bukankah ini akibat tidak benarnya JALAN CINTA yang kita PILIH?
Bayangkan saja, kita sedang
berjalan dalam kehidupan yang kita pilih. Kehidupan itu dipenuhi tantangan,
beban, dan sangat tidak mudah untuk dilalui. Dalam kondisi seperti ini, kita
butuh seseorang untuk menemani. Seseorang yang tidak akan menuntun kita menuju
jalan yang salah. Saat lelah berkecamuk, saat beban terasa menghimpit, dan saat
keputusasaan menggerogoti energi kita, kita tidak lagi memiliki energi untuk “mengusahakan
cinta”.
Adakalanya, saat itu, hadir
seseorang yang sekilas membawa kedamaian, cocok, menawarkan kemudahan dan jalan
miliknya—yang pada kenyataannya bukanlah jalan kita. Ketika energi kita sudah
terkuras dan kita merasa lelah untuk mengumpulkannya kembali, maka kedatangan
energi baru itu bagai air ditengah gurun sahara. Dengan mudah, kita akan
menyerahkan secara penuh hidup kita kepadanya, mempercayakannya. Dengan kata
lain, JATUH CINTA KEPADANYA. Apa yang terjadi setelahnya? Kita akan membiarkan
diri kita dibawa kemanapun dia mau. Bahkan saat dia menuntun kita menuju
jebakan yang terlihat indah, baik-baik saja. CINTA SUDAH MEMBUTAKAN. Ya, itu
benar.
Mungkin karena kita tidak
lagi memiliki CAHAYA untuk melihat kedalam LUBANG. Yang kita lihat dan rasakan,
hanya TEMAN YANG MENEMANI kita terjebak didalamnya. Akan baik-baik saja, jika
dia adalah orang yang memiliki VISI menuju jalan kebenaran. Tapi, bagaimana
jika sebaliknya?
Bagaimana jika suatu saat
Allah berkehendak dia bukanlah orang baik? Dia meninggalkan kita bahkan sebelum
hubungan kita sah? Akankah kita rapuh dan hancur? Jika kita sudah JATUH CINTA
PADANYA, maka ya, diri kita akan sangat hancur karena kehilangan ENERGI yang
kita dapatkan sebelumnya. Kita terlena dengan ENERGI yang diberikan olehnya dan
tidak mengusahakan untuk mendapatkannya sendirian. Karena itu, wajar PATAH HATI
akan mendominasi dan frustasi akan menguasai diri saat itu terjadi. Maka,
kenapa tidak berusaha sejak awal untuk mencari energi milik kita sendiri?
Saat kita tersadar bahwa
didalam lubang itu bukanlah hal yang kita inginkan, semuanya bisa jadi sudah
TERLAMBAT. Bisa jadi, kita tidak lagi memiliki energi untuk keluar darinya,
bahkan tidak kita temukan TALI untuk menolong kita. Kenapa TERSADAR? Aku yakin
hati yang jernih akan memiliki kesempatan
untuk menguasai kita meski hanya sejenak. Well, saat itu terjadi, dia
yang kita cintai menjadi dia yang kita benci. Dia yang kita kira dapat
memberikan kita energi, kenyataannya justru menguras habis energi kita bahkan
untuk kembali. Dia yang kita percayakan seluruh hidup kita ditangannya,
kenyataannya justru membawa kita menuju lubang yang tidak kita inginkan.
Akankah rumah tangga menjadi
surga jika seperti ini?
Lantas, tak perlukah CINTA
untuk membangunnya? Tentu saja perlu. Namun, bukan JATUH CINTA yang menjadi
fondasinya. Melainkan, BANGUN CINTA. Yah, membangunnya. Kau butuh energi untuk
melakukannya, maka perbedaan terbesarnya adalah, engkau memiliki visi yang
jelas, begitupun dengan dia. Engkau percayakan hidupmu ditangannya, tapi kau
miliki cahaya untuk tunjukkan jalan saat dia hampir terjebak dalam dosa. Kau tegur
dia saat memasuki wilayah “nyaman” yang akan menggerogoti “iman” dan kau
berikan pula energi padanya untuk istiqomah bertahan.
Dengan memberi, kau akan
menerima energi yang serupa. Tidakkah kau belajar? Cinta seperti ini butuh
perjuangan. Butuh moment untuk saling mengingatkan, butuh saling mencari
energi, butuh pengertian dan tidak bersikap egois. Jika tanpa sadar kalian sama
terjebak dilubang itu, kalian tidak akan saling menyalahkan. Karena, sejak awal
kalian memilih untuk melaluinya bersama, dengan pilihan yang telah didskusikan
sebelumnya. Kesulitan akan terasa indah, kemudahan akan terasa nikmat.
Namun, JALAN CINTA ini
bukanlah JALAN CINTA YANG TERCIPTA BEGITU SAJA. Seperti yang kukatakan, butuh
usaha untuk mewujudkannya. Ini bukanlah jenis cinta YANG MEMBUTAKAN. Karena kita
tidak pernah kehilangan cahaya. Dalam sebuah ayat yang aku lupa terletak
dimana, Allah mengatakan bahwa cinta kepada istri, anak, orang tua, harta
perniagaan, dan lainnya adalah jenis CINTA YANG
FITRAH, yang tidak butuh perjuangan. Namun, cinta kepada Allah dan
Rasulnya adalah cinta yang harus diperjuangkan.
Yah, jadi, inilah
tantangannya. Bagaimana caranya kita membangun cinta kepada seseorang yang
dapat membuat kita semakin mentaati ALLAH dan RASULnya kelak... mendahulukan
syariatNya diatas keinginan kita untuk BERMAKSIAT... dan ridhoNya diatas nafsu
kita untuk menyimpang...
Kepada seseorang seperti
itulah selayaknya kita membangun cinta. Karena itu, kepada engkau yang sedang
PATAH HATI, maka merasa beruntunglah. Karena ternyata itu bukan jenis CINTA
YANG PANTAS DIPERTAHANKAN.. karena cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang
bersatu karenaNya dan berpisah juga karenaNya... ketika dilakukan semua
karenaNya, adakah kesempatan untuk merasa tidak rela?
Komentar
Posting Komentar